Menjadi Garam dan Terang Di Tengah Himpitan Kegelapan Zaman Modern

sadfafawdaw

Untuk Kelompok Sel Doa St. Cecilia-Kupang

Fr. Yudel Neno, STSM, Sabtu, 16/11/2018

 

 

1. Doa Pembuka

2. Tema Renungan : Terang Dalam Kegelapan

3. Teks : Mat. 5:13-16

4. Kerangka Umum

Isi Pokok Injil Matius :

Mengisahkan tentang hidup dan ajaran-ajaran Yesus. Ajaran itu berupa perintah dan nasehat tentang bagaimana menjadi anggota umat Allah atau pengikut Kristiani yang berdasar pada kehendak Allah bukan kehendak kita sendiri.

Karena itu, tema tentang Menjadi Terang Dalam Kegelapan ditempatkan dalam kerangka perintah dan nasehat Yesus, bahwa sebagai pengikut Kristiani, kita mesti menjadi garam dan terang bagi sesama dan bagi dunia.  Inilah kabar gembiranya bahwa dengan menjadi garam dan terang, kita menyebarkanluaskan kegembiraan bagi sesama dan dunia, dengan pusat kekuatan kita adalah Kristus sendiri.

Teks Mat. 5:13-16, membeberkan wejangan Yesus dan sebagai salah satu bagian khotbah dalam keseluruhan kotbahNya di bukit, yang barangkali di Galilea. Khotbah di bukit ini merupakan khotbah pertama Yesus dari lima khotbah besar yang ada di dalam Injil Matius.

Perikop sebelum ini yakni Mat. 5:3-12, berbicara tentang Sabda Bahagia. Kaitannya dengan perikop kita ini adalah supaya bahagia, kita mesti menjadi garam dan terang dunia.

 

5. Permenungan Teks

Ada beberapa poin yang saya jabarkan untuk merenungkan teks ini :

  • Menjadi Garam

Dalam hidup harian kita, khususnya pengolahan makanan, kita merasakan betapa pentingnya garam. Garam memang  mudah didapatkan; di kios, di pasar, di toko atau kalau sudah dalam kondisi sangat dibutuhkan, cukup ke tetangga rumah atau ke teman kos untuk mendapatkannya. Walaupun demikian, garam seringkali mudah dilupakan; lupa beli, lupa bawa, lupa tabur garam, lupa minta dan berbagai bentuk lupa lainnya. Inilah salah satu fenomen modern yang banyak kali membuat kita untuk melupakan hal kecil namun penting dalam hidup.

Ibu-ibu atau nona-nona seringkali menjadi obyek omelan Bapa, atau Om, karena sayurnya kurang garam atau bahkan tidak ada garam. Kondisi seperti ini mengetengahkan kepada kita betapa pentingnya garam bagi kita.

Garam memiliki dua fungsi yakni memberi cita rasa pada makanan dan mengawetkan makanan. Garam memiliki wujud-wujudnya; ada butiran besar, sedang dan ada yang paling halus. Wujud-wujudnya berbeda secara kasat mata tetapi hakekatnya tetap asin dan fungsinya tetap sama.

Apa maksud Yesus tentang kamu adalah garam dunia? Apakah garam bisa ditawarkan? Jika garam menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan kembali? Di tengah himpitan kegelapan zaman modern, yang banyak kali menawarkan kenikmatan dan semangat memiliki yang tinggi, di tengah berbagai kasus kemanusiaan seperti narkoba, aborsi, seks bebas, pemerkosaan, pembunuhan, kita terpanggil untuk menjadi garam.

Menjadi garam berarti memberi cita rasa pada kehidupan menurut apa yang ada dalam diri kita, sebagaimana garam dengan keasinannya dapat memberi cita rasa pada makanan. Menjadi garam berarti pola pikir, pola kata, pola laku “mengenakkan” orang lain sebagaimana sayur tanpa garam akan menjadi tawar.

Menjadi garam berarti mengawetkan orang lain dengan bahan pengawetnya adalah kesetiaan, tanggung jawab dan komitmen sebagaimana garam karena keasinannya melahirkan tanggung jawab dan komitmen untuk pengawetan tetap terjaga dan tetap stabil. Inilah perintah profetisnya bahwa hanya dengan cita rasa Kristiani, kita dapat mengawetkan hidup kita; menghindari hidup kita dari berbagai tawaran kegelapan yang berujung maut dan dosa.

 

  • Menjadi Terang

Konon ada seorang ayah, yang menguji ketiga puteranya untuk memenuhi sebuah ruang kosong yang gelap dan tertutup dengan segala kekayaan yang mereka miliki. Putera pertama karena ia adalah seorang ahli tumbuhan, ia mengambil sejumlah dedaunan dan dimasukan dalam ruangan itu. Hasilnya tetap ada cela dalam ruangan yang gelap itu. Putera kedua, karena ia adalah seorang arsitek bangunan, ia mengambil seluruh bahan galian C; pasir, batu, sertu untuk memenuhi ruangan itu. Hasilnya tetap ada cela dalam ruangan yang gelap itu. Putera ketiga adalah seorang petani biasa; pergi pagi, pulang sore, penghasilan pas-pasan. Ia membeli sebatang lilin, lalu membakarnya di dalam ruang yang gelap itu. Ia memanggil ayahnya dan mengatakan; tunjukkan kepadaku sisi-sisi gelap dalam ruangan ini.

Kisah ini menenun makna bahwa untuk menjadi terang, tidak butuh seberapa jumlah materi yang kita miliki dan kita gunakan. Si putera ketiga mengingatkan kita akan pentingnya memikirkan dan melakukan solusi tepat sasar dan tepat guna menurut obyek yang hendak kita ubah. Karena ruangan itu gelap, maka solusinya adalah hanya dengan terang, kegelapan dapat sirnah.

Apa maksud Yesus tentang kamu adalah terang dunia? Apakah kita perlu menjadi seperti Lampu gas, senter cas, dan PLN untuk memancarkan terang? Jika demikian, apa yang terjadi kalau baterai habis? Apa yang terjadi kalau habis bahan bakar? Apa yang terjadi kalau ada gangguan?

Yesus memaksudkan menjadi terang berarti menjadi penunjuk jalan, pemandu jalan. Jabatan penunjuk dan pemandu jalan, justru karena sudah lebih dahulu tahu jalan itu. Karena iman, pengetahuan, dan pengalaman kita dipercaya menjadi penunjuk dan pemandu jalan.

Di sini, menjadi terang berarti iman, pengetahuan, pengalaman rohani, perasaan kasih sayang  merupakan pemandu dan penunjuk dalam jalan menuju keselamatan. Kita tahu dan percaya bahwa satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup adalah Yesus sendiri. Karena itu, Yesus memerintahkan supaya hendaklah terangmu bercahaya di depan orang. Ini berarti Yesus menghendaki supaya, kita berjalan mengikutiNya sebagai satu-satuNya jalan, kebenaran dan hidup.

Sebagai konsekuensi langsung dari mengikuti Yesus, menjadi terang berarti berbuat baik. Terang itu adalah perbuatanmu yang baik. Di sini, muncul tuntutan dasariah bahwa sebagai orang beriman, darinya dituntut sikap dan perilaku Kristiani. Karena iman dan perbuatan adalah satu sebagaimana kita beriman dan berperilaku demi memuliakan Allah. Menurut Rasul Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati, iman yang kosong, iman yang tiada faedahnya.  Orang-orang yang beriman, ia menghasilkan perbuatan baik dari perbendaharaan imannya.

Sebagai makhluk ciptaan yang unik dan istimewa, dengan memuliakan Bapa, kita membuahkan terang. Segala perbuatan baik yang kita lakukan adalah butir-butir ajaib untuk menghadirkan Allah dalam hidup bersama. Karena telah ditandaskan bahwa mengabdi manusia berarti memuliakan Allah. Mengasihi manusia berarti mengasihi Allah karena Allah adalah kasih.

 

  • Perintah untuk menjadi Garam dan Terang adalah amanat untuk bersaksi

Sebagai pengikut Kristiani, kita terpanggil untuk bersaksi tentang karya keselamatanNya. Kesaksian hidup kita adalah bentuk pewartaan yang paling inti dan paling berharga. Garam dan terang dipakai Yesus untuk membahasakan peranan kita sebagai pengikut Kristiani. Ini tidak berarti dengan membeli garam yang sebanyak-banyaknya atau ada yang menampung air laut sebanyak-banyaknya, atau dengan membeli benda penerangan yang begitu mahalnya, lalu dengan itu kita sudah menjadi saksi. Tentu tidaklah demikian.

Karena amanat Yesus adalah amanat saksi, maka penting bagi kita untuk menanggapi amanat Yesus ini dengan memantapkan iman, mewartakan pengharapan akan Allah dan menghayati kasih sebagai tolok ukur sepanjang zaman dan seluas relasi.

Kita menjadi saksi dengan menggunakan pola pikir Kristus sendiri, dengan mengandalkan pengalaman rohani bersama Kristus, dengan merenungkan kasih Kristus yang begitu besar hingga wafat di Salib dan dengan menghayati perintah Yesus tentang bagaimana seharusnya manusia saling memperlakukan bukan sebagai musuh melainkan sebagai rekan yang harus dicintai dan dikasihi. Mengapa demikian? Karena nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti, pengetahuan akan lenyap namun kasih tidak akan berkesudahan.

Bersaksi tanpa kasih, mewartakan tanpa kasih, ibarat garam tanpa asin, lampu atau lilin tanpa terang, sementara tidak ada garam yang tidak asin dan tidak ada lampu yang tidak memancarkan cahaya. Bersaksi tanpa kasih, kesaksian kita akan menjadi palsu sebagaimana kesaksian-kesaksian dalam kasus-kasus pidana.

Paus Benediktus XVI mengatakan kalau kita mengasihi sesama berarti kita berinisiatif melakukan sesuatu yang baik untuknya. Di sini, panggilan untuk menjadi garam; menjadi terang, merupakan panggilan untuk mengasihi sesama dengan membaktikan segala potensi kita, pengalaman kita demi mencapai kebaikan bersama.

Selamat Bermenung….berlomba-lombalah menjadi garam dan terang dunia, karena hanya atas cara itu, kasih memancar tidak henti-hentinya. Dengan menjadi garam dan terang, kita menceritakan kemuliaan Allah, kita menyampaikan berita dan pengetuan tentang Allah dan kita semakin membuktikan bahwa Allah itu ada dalam hidup kita.

 

6. Pertanyaan refleksi

  • Sudahkan kita menjadi garam dan terang bagi sesama?
  • Dengan cara apakah kita menjadi garam dan terang bagi sesama?

 

Tinggalkan komentar